1. Observasi
langsung
Sumber
ini paling meyankinkan para konsumen berita, karena para jurnalis mengamati
secara langsung peristiwa yang terjadi. Terdapat kepercayaan yang besar dari
perusahaan media dan konsumen kepada para jurnalis dalam menghimpun fakta
melalui observasi.
Misalkan
ada tragedi pesawat jatuh menabrak gunung, maka diharapkan jurnalis dapat
menggambarkan secara deskriptif terhadap kejadian tersebut yang dirasakan oleh
jurnalis yang berada di lapangan. Sekembalinya dari lapangan, jurnalis juga
harus memperdalam data yang ia dapatkan dari lapangan yang disebut sebagai pre-event.
Langkah ini dapat dilakukan dengan yang disebut sebagai cover both sides dimana
suatu isu bisa melibatkan dua atau lebih banyak pihak sekarang bisa disebut
juga sebagai covel all sides. Hal ini dilakukan agar dapat memverifikasi data
yang diperoleh.
2. Sistem
beat
Semua
perusahaan media saat ini menerapkan sistem beat. Sistem ini mengarahkan para jurnalisnya untuk
memegang bidang tertentu. Pembagian ini bisa berdasarkan wilayah atau
bidang-bidang dalam suatu media, contohnya bidang politik, hukum, olahraga, entertainment, metropolitan, atau
ekonomi. Bahkan, dari bidang-bidang tersebut bisa diperkecil lagi, misalkan ada
yang khusus menjaga pos Istana Negara, kantor KPK, markas Polda Metro Jaya,
ataupun markas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sistem beat ini terbukti lebih
efektif untuk memfokuskan jurnalis sehingga pengetahuan yang dimiliki jurnalis
lebih dalam lagi karena sehari-hari banyak menghabiskan waktu untuk
bidang-bidang tersebut.
Contohnya jurnalis yang ditempatkan di
Istana Negara akan sering berhubungan langsung dengan Johan Budi selaku juru
bicara presiden. Dengan penempatan itu, jurnalis sudah paham secara mendalam
seluk beluk kepribadian dan kejanggalan yang muncul apabila sedang mengejar
informasi dari Johan Budi karena telah ditempatkan setiap hari di sana.
3.
Wawancara
Terdapat
tiga prinsip dasar dari wawancara, yaitu:
1.
Wawancara pada dasarnya adalah perbincangan
antara dua pihak untuk mendapatkan informasi yang akan disampaikan kepada
publik. Pembicaraan ini merupakan pertukaran informasi yang bisa memunculkan
suatu kebenaran.
2.
Bukan berarti jurnalis menjadi banyak bicara
saat wawancara. Justru yang seharusnya banyak bicara adalah yang diwawancara
karena orang tersebut yang memiliki informasi yang jurnalis inginkan. Menjadi
tugas jurnalis untuk menggali informasi tersebut lewat wawancara.
3. Jurnalis
dianjurkan agar menjadi ahli setelah mewawancarai narasumber terhadap suatu
topik tertentu. Dalam hal ini, jurnalis dengan narasumber harus sama-sama
terbuka dan berterus terang agar keduanya sama-sama mendapatkan keuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar